Kasus korupsi yang merajalela menjadi pemberitaan sehari-hari. Hingga saat ini saja sudah 98 kepala daerah yang sudah diproses oleh KPK dalam 109 perkara korupsi dan pencucian uang. Dari Januari hingga Juli 2018 saja sudah 19 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka. Dan kasus ini selalu terus bertambah setiap waktunya. Ditambah lagi kabar terkini bahwa narapidana eks kasus korupsi bisa mendaftar kembali menjadi bakal calon anggota legislatif. Mahkamah Agung menilai larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu no 7 tahun 2017 yang mana telah diatur sebelumnya pada putusan MA tentang uji materi Pasal 4 ayat 6 peraturan KPU (PKPU) no 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, kabupaten dan kota serta uji materi Pasal 60 huruf j PKPU no 26 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas PKPU no 14 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD dan MA. Oleh sebab itu status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg narapidana korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan narapidana korupsi diperbolehkan menjadi anggota legislatif lagi.
Kemudian merajalelanya kasus begal di berbagai kota. Peristiwa pembegalan tidak hanya dilakukan pada malam hari tetapi mereka bisa melakukan di siang hari. Yang paling ditakutkan oleh masyarakat adalah pelaku pembegalan tidak hanya merenggut harta benda yang dibawa oleh korban, tetapi juga merenggut nyawa korbannya.
Dan lagi kasus main hakim sendiri yang tak aneh di kalangan masyarakat. Padahal kasus main hakim sendiri sudah diatur dalam pasal 351 ayat 4 KUHP tentang penganiyaan. Serta pasal 170 KUHP tentang kekerasan. Dan hak orang jahat di UU no 39/1999 tentang HAM yakni
Pasal 4 tentang hak untuk hidup, hak untuk tidak disakiti, hak kebebasan pribadi
Pasal 33 tentang setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksa, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
Kasus yang hangat terjadi adalah pengeroyokan seorang Jakmania oleh oknum Bobotoh di stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Haringga Sirla tewas ditangan oknum Bobotoh sebelum laga Persib vs Persija, Minggu (23/9). 8 pelaku pengeroyokan dengan tidak manusiawi menghabiskan nyawa Haringga hanya karena kebencian mereka terhadap Persija.
Belum lagi berita hoax yang marak terjadi. Dengan semakin berkembangnya zaman di era digital ini, segelintir orang memanfaatkannya untuk menyebarkan berita bohong atau berita yang belum tentu benar pada masyarakat luas hanya supaya postingannya viral dan followers meningkat. Perpecahan antar suku, ras dan agama pun mulai terlihat di Indonesia akibat berita hoax ini. Walaupun berita hoax ini merupakan tindak pidana yang sudah diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah diubah oleh Undang-Undang no 19 tahun 2016 tentang perubahan tentang Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyatakan "setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen Transaksi Elektronik", yang hukumnya diatur dalam Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi "Barang siapa yang hendak bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum selama-lamanya dua tahun delapan bulan" tidak menjadi masyarakat takut.
Miskin harta miskin ilmu
Pendidikan formal sangat utama untuk pembentukan moral bangsa. Tetapi angka kemiskinan yang cukup tinggi di Indonesia salah satu penyebabnya. Sudah menjadi tradisi di Indonesia, masyarakat miskin sulit untuk memakan bangku sekolah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Maret 2018 ini tercatat 10,14 juta orang di daerah perkotaan, sedangkan di daerah pedesaan tercatat 15,81 juta orang. Meskipun data ini dinilai turun dari data September 2017, tetapi ini tetap menjadi 'pr' pemerintah untuk menekan angka kemiskinan di Indonesia.
Di pemerintahan Jokowi ini, sudah ada kebijakan untuk pemerataan di bidang pendidikan khususnya untuk masyarakat miskin yakni dirilisnya Kartu Indonesia Pintar (KIP). Tetapi yang menjadi masalah utamanya adalah bagi masyarakat yang tidak tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DISDUKCAPIL) sehingga mereka tidak dapat mengikuti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seperti anak-anak gelandangan. Karena tingkat kriminalitas cukup tinggi di lingkungan anak jalanan dan gelandangan.
Inilah yang menjadi tugas pemerintahan untuk meningkatkan moral anak bangsa. Pendidikan formal untuk masyarakat miskin, anak jalanan serta gelandangan sangat diperlukan. Harus ada upaya pasti untuk menyatukan cara pandang anak bangsa. Akan tetapi, anak bangsa pun harus diberi contoh pasti dari pemerintahan. Undang-Undang yang sudah diatur harus berjalan sesuai fungsinya dan ketegasan untuk segala kasus-kasus yang terjadi supaya meningkatkan kepercayaan anak-anak bangsa. Moral adalah wujud dari nilai keperibadian Bangsa.