Kebijakan BPJS yang dikeluarkan mulai 1 September 2014 memang selalu menuai polemik. Memang dengan adanya BPJS kesehatan masyarakat bisa lebih terjamin. Tapi hal positif itu seolah ditutupi oleh berbagai hal negatif yang dirasakan oleh masyarakat.
Mulai dari perbedaan pelayanan rumah sakit
Tidak bisa dipungkiri perbedaan pelayanan oleh pihak rumah sakit antara pasien BPJS dan pasien umum itu selalu berbeda. Bukan hal asing lagi bagi pasien BPJS ditolak karena alasan kelas yang sesuai dengan kartu BPJS kosong. Terutama untuk pasien BPJS kelas 3. Sudah beberapa kasus di beberapa rumah sakit BPJS kelas 3 selalu ditolak disana-sini. Padahal kelas 3, kelas 2 ataupun kelas 1 membayar iuran yang harus dibayar sebelum tanggal 10 tiap bulannya. Tetapi pelayanan yang didapat tidak sesuai dengan kebijakan yang mengharuskan untuk segera membayar iuran.
Tidak semua obat di klaim
Seperti yang kita ketahui obat yang didapat oleh pasien BPJS adalah obat generik. Tetapi tidak semua juga obat generik yang bisa di klaim oleh BPJS. Terkadang kita harus menambah mengeluarkan uang akibat ada beberapa obat yang tidak di klaim oleh BPJS.
Antrian yang panjang
Untuk pasien BPJS memang harus cukup bersabar karena harus selalu mengantri yang cukup panjang untuk berobat. Bahkan biasanya untuk mengambil nomer antrian harus dari hari-hari sebelumnya. Dan tidak cukup sampai disitu, untuk mengambil obat pun harus mengantri lagi yang sama panjangnya seperti mengantri untuk berobat. Untuk pasien lansia, hal ini menjadi sangat mengkhawatirkan.
Ditambah lagi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terakhir ini
Pemerintah terakhir mengeluarkan kebijakan yang sangat membuat pasien BPJS terkejut, yakni untuk pasien katarak minimal penglihatan sedang, untuk ibu melahirkan yang bisa di klaim oleh BPJS adalah hanya ibunya, serta pemberhentian klaim BPJS untuk fisioterapi.
Pembatasan fasilitas BPJS ini disebut-sebut akibat BPJS yang selalu mengalami defisit setiap tahunnya. Dan tahun 2018 ini saja diperkirakan BPJS akan mengalami defisit hingga 10T. Belum lagi yang dirasakan oleh pihak rumah sakit/faskes yang harus mengalami tunggakan pembayaran dari pihak BPJS. Ini sangat merugikan bahkan bisa membuat rumah sakit/faskes menjadi pailit. Ketentuan apalagi yang akan dikeluarkan oleh BPJS? Bagaimana solusi dari permasalahan ini? Tidak bisakah pemerintah belajar dari negara-negara lain yang sukses mengelola asuransi kesehatan di negaranya seperti Jerman? Apakah efektif kebijakan BPJS ini?