MODUL
I
PENENTUAN
KERAPATAN DAN BOBOT JENIS
TUJUAN
Menentukan kerapatan
dan bobot jenis bermacam-macam zat
DASAR TEORI
Setiap zat yang ada di muka bumi ini memiliki
karakteristik 6 tersendiri. Karakter-karakter tersebut berbeda dari segi fisik
maupun segi kimia. Sifat fisik adalah sifat zat yang dapat diamati secara
langsung, misalnya cairan, padat atau gas, serta sifat yang dapat diukur
seperti massa, volume, warna dan sebagainya. Sifat kimia meliputi sifat zat
yang tidak dapat diamati secara langsung, misalnya kelarutan zat, kerapatan dan
lain- lain. Keadaan bahan secara keseluruhan dapat di bagi menjadi zat gas,
fluida, dan padat. Zat padat cenderung mempertahankan bentuknya sementara
fluida tidak mempertahankan bentuknya dan gas mengembang menempati semua
ruangan tanpa memperdulikan bentuknya. Fluida termasuk materi yang mengalir
yang digunakan dalam hubungan antara cairan dengan gas. Teori fluida sangat
kompleks, sehingga penelusurannya dimulai dari yang paling dasar yakni dalam
penentuan kerapatan dan bobot jenis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa karakteristik suatu zat berbeda satu dengan yang lain. Demikian pula
dengan kerapatan, yang juga merupakan suatu sifat zat, berbeda untuk setiap
zat. Sebagai contoh minyak dan air ketika dicampur tercipta 2 fasa karena
kerapatannya berbeda. Selain itu peristiwa mengapung, melayang dan tenggelam,
merupakan kejadian lazim kita lihat yang dipengaruhi oleh perbandingan bobot
jenis zat-zat tersebut. Untuk mengetahui cara mengukur bobot jenis dan kerapatan
pada beberapa sampel.
Di bidang farmasi, selain bobot jenis digunakan untuk
mengetahui kekentalan suatu zat cair juga digunakan untuk mengetahui kemurnian
suatu zat dengan menghitung berat jenisnya kemudian dibandingkan dengan teori
yang ada, jika berat jenisnya mendekati maka dapat dikatakan zat tersebut
memiliki kemurnian yang tinggi. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk
mengetahui hal tersebut dengan menggunakan piknometer, maka dilakukanlah
percobaan penentuan kerapatan dan bobot jenis ini.
A.
PERCOBAAN I
Prosedur
1.
Timbang piknometer yang bersih dan
kering dengan seksama
2.
Isi piknometer dengan air hingga penuh,
lalu direndam dengan air es sehingga suhunya dibawah suhu percobaan.
3.
Piknometer ditutup, pipa kapilernya
dibiarkan terbuka dan suhu airnya dibiarkan naik sampai mencapai suhu
percobaan, lalu pipa kapiler piknometer ditutup.
4.
Biarkan suhu dalam piknometer mencapai
suhu kamar. air yang menempel diusap dan ditimbang dengan seksama.
5.
Hitung kerapatan air pada suhu percobaan
Perhitungan
Bobot
piknometer + air = 22,3 gram
10,3 gram
ρ air
10 ml = 10,3 gr
ρ air = 10,3
10 gr = 1,03
-1
B.
Penentuan kerapatan zat cair X (etanol,
aseton dan kloroform)
Prosedur
1.
Lakukan penimbangan zat X dengan
menggunakan piknometer yang sama seperti percobaan A
2.
Hitung kerapatan zat cair X
Perhitungan
1)
Etanol (alcohol 70 %)
Pikno isi = 20,6 gram
8,6 gram
ρ etanol
= 0,815
-1
0,
86
= 10
-1
2)
Aseton
Pikno + isi = 19,4 gram
7,4 gram
ρ aseton
ρ aseton = 7,4
=
0,74
-1
0,74
= 10
-1
3)
Klorofom
Pikno isi = 27,1 gram
15,1 gram
ρ klorofrom
10
= 1,51 gr⁄(ml )-1
1,52
= 10
-1
C.
Penentuan kerapatan Zat Padat yang
Kerapatannya lebih besar daripada Air (peluru)
Prosedur
1.
Lakukan penimbangan zat padat yang akan
ditentukan kerapatannya.
2.
Masukkan zat padat tersebut ke dalam
piknometer yang sama lalu diisi penuh dengan air.
3.
Lakukan penimbangan dengan memperhatikan
suhu percobaan sama seperti pada IA
Perhitungan
Pikno + corong =
12 gram
Pikno + ZnO = 12,9 gram
ZnO =
0,9 gram
Pikno + ZnO + air = 22,8 gram
Bobot air + pikno =
22,8 gram – 0,9 gram = 21,9 gram
Bobot air = 22,8 gram – 0,9 gram – 12 gram = 9,9 gram
·
Bobot air yang ditumpahkan oleh adanya zat padat
9,9 gram –
(22,8 gram + 0,9 gram + `12 gram)
9,9 gram –
35,7 grram = - 25,8 gram
·
Volume air yng ditumpahkan = volume zat padat
1,03
1,03 1,03
= – 24,56 gram
= | – 24,56 gram
|
= 24,56 gram
D.
Penentuan kadar Zat Padat Yang
Kerapatannya lebih kecil daripada air
Prosedur
1.
Lakukan seperti cara (C) dengan
megkaitkan zat tersebut dengan satu pemberat yang kerapatannya dan massanya
sudah diketahui
Perhitungan
-25,3 = 0,0366 gram/ml -1
E.
Bobot Jenis
|
Nama Zat
|
Harga
eksperimental
|
Harga
resmi
|
|
Air
|
1,03
|
1
|
|
ZnO
|
0,09
|
-
|
PEMBAHASAN
Berat jenis suatu zat adalah
perbandingan antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada suhu
tertentu (biasanya pada suhu 25ºC), sedangkan rapat jenis (specific gravity)
adalah perbandingan antara bobot zat pada suhu tertentu (dalam bidang farmasi
biasanya digunakan 25º/25º). Berat jenis didefenisikan sebagai
perbandingan kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air. Harga kedua zat itu
ditentukan pada temperatur yang sama, jika dengan tidak cara lain yang khusus.
Oleh karena itu, dilihat dari defenisinya, istilah berat jenis sangat lemah.
Akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif. Berat jenis
adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis
air murni. Air murni bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³. Berat jenis
merupakan bilangan murni tanpa dimensi (Berat jenis tidak memiliki satuan),
dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok.
Dalam bidang farmasi
kerapatan dan berat jenis suatu zat atau cairan digunakan sebagai salah satu
metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair, digunakan pula
untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk
cairan, serta dapat pula diketahui tingkat kelarutan/daya larut suatu zat. alat
yang digunakan dalam percobaan ini yaitu piknometer. Piknometer digunakan untuk
mencari bobot jenis dan hidrometer digunakan untuk mencari rapat jenis.
Piknometer biasanya terbuat dari kaca untuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas
antara 10ml-50ml.
Untuk melakukan
percobaan penetapan bobot jenis, piknometer dibersihkan dengan menggunakan
aquadest, kemudian dibilas dengan alkohol untuk mempercepat pengeringan
piknometer kosong tadi. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa dari
permbersihan, karena biasanya pencucian meninggalkan tetesan pada dinding alat
yang dibersihkan, sehinggga dapat mempengaruhi hasil penimbangan piknometer
kosong, yang akhirnya juga mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Pemakaian
alkohol sebagai pembilas memiliki sifat-sifat yang baik seperti mudah mengalir,
mudah menguap dan bersifat antiseptikum. Jadi sisa-sisa yang tidak diinginkan
dapat hilang dengan baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam
piknometer itu sendiri.
Piknometer kemudian
dikeringkan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan piknometer
pada bobot sesungguhnya. Setelah itu didiamkan sampai dingin dalam baskom
berisi air es. Akhirnya piknometer ditimbang pada timbangan analitik dalam
keadaan kosong. Setelah ditimbang kosong, piknometer lalu diisikan dengan
sampel mulai dengan aquadest, sebagai pembanding nantinya dengan sampel yang
lain. Pengisiannya harus melalui bagian dinding dalam dari piknometer untuk
mengelakkan terjadinya gelembung udara. Proses pemindahan piknometer harus
dengan menggunakan tissue. Akhirnya piknometer yang berisi sampel ditimbang.
Adapun keuntungan
dari penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer adalah mudah dalam
pengerjaan. Sedangkan kerugiannya yaitu berkaitan dengan ketelitian dalam
penimbangan. Jika proses penimbangan tidak teliti maka hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan hasil yang ditetapkan literatur. Disamping itu penentuan
bobot jenis dengan menggunakan piknometer memerlukan waktu yang lama. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat
adalah:
Temperatur,
dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya dapat
menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya, demikian pula halnya pada
suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk
menghitung bobot jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhudimana biasanya
senyawa stabil, yaitu pada suhu 25oC (suhu kamar).
Massa zat, jika zat
mempunyai massa yang besar maka kemungkinan bobot jenisnya juga menjadi lebih
besar.
Volume zat, jika volume zat besar
maka bobot jenisnya akan berpengaruh tergantung pula dari massa zat itu
sendiri, dimana ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan
dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya.
KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat
diperoleh :
·
Hasil perhitungan bobot
piknometer + air yaitu 1,03
-1
·
Kerapatan zat cair untuk etanol( alcohol 70 %) = 10
-1 , untuk
aseton = 10
-1
, untuk klorofom = 10
-1
·
Kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih besar dari
air = 24,56 gram
Kerapatan zat padat yang lebih kecil dari air = 0,0366 gram/ml -1
LAMPIRAN

MODUL
II
KOEFISIEN
PARTISI
TUJUAN
Mengetahui pengaruh pH
terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut
kloroform-air.
DASAR TEORI
Koefisien partisi merupakan rasio konsentrasi dari
suatu senyawa dalam dua tahap, dari dua campuran yang tidak saling larut dalam
pelarut pada kesetimbangan. Koefisien partisi (P) ini juga menggambarkan rasio
pendistribusian obat ke dalam pelarut system dua fase, yaitu pelarut organik
dan air. Dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat koefisien
partisi harus dipertimbangkan terlebih dahulu, dimana P hanya tergantung pada
konsentrasi obat saja, dan apabila molekul-molekul obat berkecenderungan
menyatu dalam larutan maka untuk obat yang terionisasi dapat dikatakan memiliki
tingkat ionisasi yang sama/seimbang (Anonim, 2011).
Koefisien partisi tiap zat adalah tetap sesuai
dengan sifat alamiah zat itu sendiri. Pas adalah koefisien partisi yang
menyatakan rasio konsentrasi zat dalam air dan sediment, atau sebaliknya Psa
adalah rasio konsentrasi zat dalam sediment dan air. Koefisien partisi
antarmedia diformulasikan sebagai berikut:
A. Koefisien partisi air dan sedimen
Formulasi koefisien partisi air dan sedimen secara
empiris adalah:
Pas = Ca/Cs, atau Psa = Cs/Ca 4)
Khusus untuk zat hidrofobik (lipofilik) dan non-ionik:
Pas = Koc.Foc = (0,4 – 0,5) Pow.Foc 5)
Dimana:
• Koc adalah konstanta jerapan/sorption berhubungan
dengan jumlah zat dalam sedimen dan jumlah zat dalam air. Koc dihitung
berdasarkan jumlah kandungan zat organic karbon dalam sedimen sehingga Koc
dapat ditentukan dengan mengetahui kandungan karbon tanpa tergantung pada jenis
sedimen.
• Foc adalah fraksi organik karbon dalam sedimen.
• Pow adalah koefisien partisi n-octanol dan air, yang
merepresentasikan rasio zat yang masuk ke dalam fasa organik karbon dan fasa
air.
B. Koefisien partisi air dan udara
Formulasi koefisien partisi air dan udara secara
empiris adalah:
Pau=Ca/Cu=(La.RT)/(Pu.BM), atau
Pua=Cu/Ca=(Pu.BM)/(La.RT) 7)
Dimana:
Cu adalah konsentrasi zat dalam udara
Ca adalah konsentrasi zat dalam air
Pu adalah tekanan uap zat (atm)
(Mangkoedihardjo, 2005)
Penentuan konsentrasi senyawa dalam senyawa organic dapat
ditentukan secara kuantitatif setelah dilakukan pemisahan fisik dan kendala
yang dihadapi adalah harga pelarut organic yang n-oktanol yang sangat mahal
selain itu biaya analisis konsentrasi senyawa dalam kedua pelarut juga cukup
mahal dan waktu yang dibutuhkan relative cukup lama (Iqmal,
2008).
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak
dapat campur menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan
analitis. Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat
campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua
fasa pada kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua
zairan yang tidak dapat campur. Sedemikian rupa sehingga angka banding
konsentrasai pada kesetimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu
(Underwood, 1998).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila
suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur,
maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat
angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka
banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang
mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat
dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla, 1990).
PERCOBAAN 5
Cara kerja :
1. Percobaan koefisien
partisi
1.
Buat larutan dapar salisilat 0,1 M
dengan pH 3, 4 dan 5 dari asam salisilat yang ditambah natrium hidroksida
hingga pH yang dikehendaki.
2.
Tambahkan pada larutan tersebut 10 ml
kloroform p.a lalu diinkubasikan pada suhu 370C dan diaduk.
3.
Setelah kira-kira satu jam tentukan
kadar salisilat dalam fase air pada menit 15, 30 dan 45. Kesetimbangan dicapai
apabila beberapa kali penentuan kadar tersebut hasilnya sudah konstan. (tidak
ada penurunan kadar salisilat pada fase air)
![]() |
Menit
4. Hitung masing-masing koefisien partisinya
pada ketiga macam pH tersebut
5. Buat kurva hubungan antara APC sebagai
fungsi pH
2.
Cara penentuan kadar salisilat
1. 2
ml fase air pada percobaan koefisien partisi encerkan hingga 100 ml
2. 2
ml dari hasil pengenceran tersebut ditambah 1 ml larutan besi III klorida 1%
dalam asam nitrat akan menjadi warna ungu.
3. Resapannya
dibaca pada 525 nm.
4. Tentukan
kadar salisilat sengan menggunakan kurva yang tersedia.
DATA
PERCOBAAN KOEFISIEN PARTISI
·
Tinggi endapan
|
Menit
|
pH 3
|
pH 4
|
pH 6
|
|
15’
|
0,8
|
0,6
|
0,5
|
|
30’
|
0,7
|
0,6
|
0,4
|
|
45’
|
0,5
|
0,4
|
0,3
|
·
Hasil titrasi dengan
NaOH pada menit ke 15’
|
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
|
pH 3
|
0 mL
|
0,8 mL
|
0,8 mL
|
|
pH 4
|
0,8 mL
|
1,5 mL
|
0,7 mL
|
|
pH 5
|
1,5 mL
|
2 mL
|
0,5 mL
|
·
Hasil titrasi dengan
NaOH pada menit ke 30’
|
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
|
pH 3
|
2 mL
|
2,7 mL
|
0,7 mL
|
|
pH 4
|
2,7 mL
|
3,7 mL
|
0,8 mL
|
|
pH 5
|
3,7 mL
|
4,1 mL
|
0,4 mL
|
·
Hasil titrasi dengan
NaOH pada menit ke 45
|
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
|
pH 3
|
4,1 mL
|
4,8 mL
|
0,7 mL
|
|
pH 4
|
4,8 mL
|
5,6 mL
|
0,8 mL
|
|
pH 5
|
5,6 mL
|
6 mL
|
0,4 mL
|
PEMBAHASAN
Koefisien partisi lipida-air suatu
obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah
dicapai kesetimbangan. Koefisien partisi minyak/air merupakan ukuran sifat
lipofilik suatu molekul, ini merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau
lipofilik. Koefisien partisi harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan
obat menjadi bentuk obat. Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio
pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan
air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar
dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme
terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi
ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi
zat aktif.
Kecepatan absorbsi obat
sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen
dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida. Dengan demikian obat -
obat yang sukar larut dalam lipida akan dengan mudah melaluinya. Sebaliknya
obat – obat yang sukar larut dalam lipida akan sukar diadsorbsi. Obat-obat yang
larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi
lipida-air yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan
memiliki koeisien partisi yang sangat kecil.
Pada umumnya, obat-obat bersifat
asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air, maka
sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH
larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, dan
sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak
larut, dengan demikian pegaruh pH terhadap kecepatan absorbs obat yang bersifat
asam lemah atau basa lemah sangat besar.
Pada percobaan kali ini kami
menggunakan cara titrasi,tetapi seharusnya menggunakan alat spektofotometri hal
itu tidak dilakukan karena ada beberapa factor sehinga kami tidak menggunakan
spektrometri. Dan hanya melakukan titrasi pada zat NaOH saja, sehingga hasil
data yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan/tidak sesuai dengan
data yang diminta.
Jika menggunakan spektrometri dan
berhasil maka data yang diperoleh melakukan uji pada larutan buffer fosfat 10
ml dengan barbagai macam pH dan larutan yang kami gunakan yaitu FeCl3,
kloroform-air, dan asam salisilat dalam bentuk Buffer. Percobaan pertama dengan
memasukkan larutan buffer 10 ml dengan pH 3, pH 4, pH 5 ke dalam tabung
Erlenmeyer. Setelah itu di tambahkan kloroform 5 ml ke dalam masing-masing
tabung tersebut kemudian di kocok dan dilakukan
inkubasi menggunakan alat waterbath (incubator) selama ±20 menit. Adapun tujuan
dari perlakuan inkubasi ini yaitu agar zat dapat saling melarut dan homogen.
Apabila tercapai kesetimbangan pada
tabung erlenmeyer, campuran kemudian dipisahkan dan terbentuk dua lapisan. Pada
pelarut kloroform, buffer yang larut
dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan buffer yang larut
dalam pelarut kloroform berada pada lapisan bawah. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air.
Hasil pemisahan ini, air di tampung
pada tabung erlenmeyer. Setelah itu, ketiga larutan ini di tetesi dengan
larutan FeCl3 hingga
menghasilkan perubhan warna menjadi ungu.
Kemudian dari ketiga larutan ini di
masukkan dalam spektro uv-vis untuk di hitung nilai absorbansinya. Dari
pengukuran ini di dapatkan hasil dari larutan buffer pH 3 dengan nilai
absorbansi 0,111 A, pH 4 nilai absorbansinya 1,58 A, dan pH 5 nilai
absorbansinya 1,668 A.
Pengaruh pH terhadap koefisien
partisi yaitu, beberapa obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi.
Oleh karena itu, koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit
diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari satu gugus yang mengalami
ionisasi. Meskipun demikian, seringkali salah satu gugus dalam suatu molekul
obat lebih mudah mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu.
Sehingga semakin tinggi pH maka akan semakin tinggi pula nilai
absorbansinya, sehingga dikatakan pH dan absorbansi berbanding lurus.
KESIMPULAN
Untuk percobaan kali ini hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang tertera pada
data diatas karena menggunakan titrasi bukan dengan spektrometri. Sehingga jika
berhasil kemungkinan data yang diperoleh/ disimpulkan bahwa pengaruh pH
terhadap koefisien partisi adalah mempengaruhi kecepatan absorsi pada obat,
yang mana obat-obat tersebut bersifat asam atau basa lemah yang menyebabkan
sebagian akan terionisasi jika dilarutkan dalam air. Dalam artian jika suatu
senyawa pada obat yang bersifat asam atau basa mengalami ionisasi sebesar 50%
(pH=pKa). Maka koefisien partisinya setengah dari obat-obat yang tidak
mengalami ionisasi.
MODUL
III
REOLOGI
PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DAN NON NEWTON
TUJUAN
·
Mempelajari cara
penentuan viskositas larutan newton dengan viscometer ostwald
·
Mempelajari cara
penentuan viskositas larutan non newton dengan viskosimeter stormer
·
Mempelajari pengaruh
kadar larutan terhadap viskositas larutan
DASAR
TEORI
Reologi adalah studi mengenai aliran materi, terutama ketika dalam
kondisi cair, namun juga benda padat dan semi padat ketika respon yang
ditunjukan berupa aliran plastis dan bukan deformasi secara elastis ketika gaya
diaplikasikan. Ilmu ini mengacu
pada zat yang memiliki struktur mikro yang kompleks, seperti lumpur, suspensi, polimer, dan kaca, juga bahan lain seperti cairan
tubuh (misal darah) dan bahan biologis lainnya yang masuk ke dalam kategori
benda semi-padat.
Reologi secara umum memperhitungkan
sifat fluida non-Newtonian dengan mencirikan sejumlah fungsi yang dibutuhkan
untuk menghubungkan tegangan dengan perubahan regangan. Seperti contoh, saus
tomat dapat mengalami perubahan viskositas dengan mengaduknya, di
mana perubahan relatif dari lapisan-lapisan yang berbeda di dalam bahan
menyebabkan pengurangan viskositas. Hal ini tidak ditemukan pada air.
Fluida Newtonian dapat dicirikan dengan koefisien viskositas tunggal pada temperatur tertentu. Meski viskositas berupah
seiring dengan perubahan temperatur, fluida Newtonian tidak mengalami perubahan
regangan rata-rata. Hanya sebagian kecil fluida yang menunjukan sifat
viskositas konstan seperti fluida Newtonian. Sebagian besar fluida, yang
disebut denganfluida non-Newtonian, menunjukan sifat perubahan viskositas seiring dengan
perubahan regangan-rata-rata (disebut dengan viskositas relatif).
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa
daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Kebanyakan viskometer
mengukur kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas (gelas
kapiler), bila cairan itu mengalir cepat maka berarti viskositas dari cairan
itu rendah (misalnya air). Dan bila cairan itu mengalir lambat, maka dikatakan
cairan itu viskositas tinggi. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju
aliran cairan yang melalui tabung silinder. Cara ini merupakan salah satu cara
yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas. Menurut
poiseulle, jumlah volume cairan yang mengalir melalui pipa per satuan waktu.
(Dudgale. 1986)
Viskositas biasanya diterima sebagai “kekentalan”
atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam
fluid kepada aliran dapat dipikir sebagai cara untuk mengukur gesekan fluid.
Prinsip dasar penerapan viskositas digunakan dalama sifat alir zat cair atau
rgeologi. Rheologi merupakan ilmu tentang sifat alir suatu zat. Rheologi
terlibat dalam pembuatan, pengemasan atau pemakaian, konsistensi, stabilitas
dan ketersediaan hayati sediaan. (Moechtar, 1990)
Makin tinggi viskositas maka akan semakin besar
tahanannya. Bila viskositas gas meningkat dengan naiknya temperatur, maka
viskositas cairan justru menurun jika temperatur dinaikkan. (Martin, 1993).
Pada hukum aliran viskositas Newton menyatakan
hubungan antara gaya-gaya mekanika dari suatu aliran viskos. Geseran dalam
viskositas (fluida) adlah konstan sehubungan dengan gesekannya. Hubungan
tersebut berlaku untuk fluida Newtonian, dimana perbandingan antara tegangan
geser (s) dengan kecepatan geser (g) nya konstan. Parameter inilah yang disebut
dengan viskositas. Aliran viskositas dapat digambarkan dengan dua buah bidang
tersebut. Suatu bidang permukaan bawah yang tetap dibatasi oleh lapisan fluida
setebal h, sejajar dengan permukaan atas itu ringan, yang berarti tidak
memberikan beban pada lapisan fluida dibawahnya, maka tidak ada gaya tekan yang
berkerja pada lapidan fluida. (Dudgale, 1986)
Faktor- fator yang mempengaruhi viskositas adalah
sebagai berikut :
Ø Tekanan
: Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas tidak
dipengaruhi oleh tekanan.
Ø Temperatur
: Viskositas akan turun dengan naiknya
suhu, sedangkan viskositas gas naik dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair
menyebabkan molekul-molekulnya memperoleh energi. Molekul-molekul cairan
bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan demikian
viskositas cairan akan turun dengan kenaikan temperatur.
Ø Kehadiran zat lain: Penambahan gula tebu
meningkatkan viskositas air. Adanya bahan tambahan seperti bahan suspensi
menaikkan viskositas air. Pada minyak ataupun gliserin adanya penambahan air
akan menyebabkan viskositas akan turun karena gliserin maupun minyak akan
semakin encer, waktu alirnya semakin cepat.
Ø Ukuran
dan berat molekul : Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju
aliran alkohol cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan kekentalannya
tinggi seta laju aliran lambat sehingga viskositas juga tinggi.
Ø Berat
molekul : Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak.
Ø Kekuatan
antar molekul : Viskositas air naik denghan adanya ikatan hidrogen, viskositas
CPO dengan gugus OH pada trigliseridanya naik pada keadaan yang sama. (Bird,
1987)
·
Berdasarkan hukum Newton tentang sifat
alir cairan, maka tipe aliran dibedakan menjadi 2, yaitu:
Ø Newtonian
: Cairannya mengalir mengikuti aturan-aturan viskositas.
Ø Non
Newtonian : Aturannya tidak mengikuti aturan viskositas. Cairan biasanya
memiliki ukuran molekul yang paling besar atau mempunyai struktur tambahan,
misalnya koloid. Untuk mengalirkan cairan bukan cairan Newton sehingga
diperlukan tambahan gaya atau jika perlu memecah strukturnya. (Wiroatmojo,
1988)
·
Macam-macam Viskositas
Ø Viskositas
dinamik, yaitu rasio antara shear, stress, dan shear rate. Viskositas dinamik
disebut juga koefisien viskositas.
Ø Viskositas
kinematik, yaitu viskositas dinamik dibagi dengan densitasnya. Viskositas ini
dinyatakan dalam satuan stoke (St) pada cgs dan m²/s pada SI.
Ø Viskositas
relatif dan spesifik, pada pengukuran viskositas suatu emulsi atau suspensi
biasanya dilakukan dengan membandingkannya dengan larutan murni. Untuk mengukur
besarnya viskositas menggunakan alat viskometer. Berbagai tipe viskometer
dikelompokkan menurut prinsip kerjanya. (Dudgale. 1986)
·
Cara Menentukan viskositas suatu zat
menggunakan alat yang dinamakan viskometer. Ada beberapa tipe viskometer yang
biasa digunakan antara lain:
Ø Viskometer
Brookfield : Pada viscometer ini nilai viskositas didapatkan dengan mengukur
gaya puntir sebuah rotor silinder (spindle) yang dicelupkan ke dalam sample.
Viskometer Brookfield memungkinkan untuk mengukur viskositas dengan menggunakan
teknik dalam viscometry. Alat ukur kekentalan (yang juga dapat disebut
viscosimeters) dapatmengukur viskositas melalui kondisi aliran berbagai bahan
sampel yang diuji. Untuk dapat mengukur viskositas sampel dalam viskometer
Brookfield, bahan harus diam didalam wadah sementara poros bergerak sambil
direndam dalam cairan. (Atkins 1994).Pada metode ini sebuah spindle dicelupkan
ke dalam cairan yang akan diukur viskositasnya. Gaya gesek antara permukaan
spindle dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan. Sebuah spindle
dimasukkan ke dalam cairan dan diputar dengan kecepatan tertentu. Bentuk dari
spindle dan kecepatan putarnya inilah yang menentukan Shear Rate. Oleh karena
itu untuk membuat sebuah hasil viskositas dengan methode pengukuran Rotational
harus dipenuhi beberapa hal sebagai berikut:
a. Jenis Spindle
b. Kecepatan putar Spindle
c. Type Viscometer
d. Suhu sample
e. Shear Rate (bila diketahui)
b. Kecepatan putar Spindle
c. Type Viscometer
d. Suhu sample
e. Shear Rate (bila diketahui)
f. Lama waktu
pengukuran (bila jenis sample-nya Time Dependent). (Sukardjo1997)
Viskometer Brookfield merupakan salah satu viscometer yang menggunakan gasing atau kumparan yang dicelupkan kedalam zat uji dan mengukur tahanan gerak dari bagian yang berputar. Tersedia kumparan yang berbeda untuk rentang kekentalan tertentu, dan umumnya dilengkapi dengan kecepatan rotasi. (FI IV,1038). Prinsip kerja dari viscometer Brookfield ini adalah semakin kuat putaran semakin tinggi viskositasnya sehingga hambatannya semakin besar. (Moechtar,1990)
Viskometer Brookfield merupakan salah satu viscometer yang menggunakan gasing atau kumparan yang dicelupkan kedalam zat uji dan mengukur tahanan gerak dari bagian yang berputar. Tersedia kumparan yang berbeda untuk rentang kekentalan tertentu, dan umumnya dilengkapi dengan kecepatan rotasi. (FI IV,1038). Prinsip kerja dari viscometer Brookfield ini adalah semakin kuat putaran semakin tinggi viskositasnya sehingga hambatannya semakin besar. (Moechtar,1990)
Ø Viskometer
Oswald : Pada viscometer ini yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah
cairan tertentu untuk mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan
oleh berat cairan itu sendiri. Didalam percobaan diukur waktu aliran untuk
volume V (antara tanda a dan b) melalui pipa kapiler yang vertical. Jumlah
tekanan (P) dalam hokum Poiseuille adalah perbedaan tekanan antara permukaan
cairan, dan berbanding lurus dengan r. (Moechtar,1990)
Ø Viskometer
Hoppler : Yang diukur adalah waktu yang diperlukan oleh sebuah bola untuk
melewati cairan pada jarak atau tinggi tertentu. Karena adanya gravitasi benda
yang jatuh melalui medium yang berviskositas dengan kecepatan yang semakin
besar sampai mencapai kecepatan maksimum. Kecepatan maksimum akan dicapai jika
gaya gravitasi (g) sama dengan gaya tahan medium (f) besarnya gaya tahan (frictional
resistance) untuk benda yang berbentuk bola stokes. (Moechtar,1990)
Ø Viskometer
Cup dan Bob : Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antaradinding luar
dari bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah.
Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan
geseran yang tinggi di sepanjangkeliling bagian tube sehingga menyebabkan
penurunan konsentrasi. Penurunan konsentras ini menyebabkan bagian tengah zat
yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut aliran sumbat (Moechtar,1990)
Ø Viskometer
Cone dan Plate : Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah
papan, kemudian dinaikkan hingga posisi di bawah kerucut. Kerucut digerakkan
oleh motor dengan bermacam kecepatan dan sampelnya digeser di dalam ruang
semitransparan yang diam dan kemudian kerucut yang berputar (Moechtar,1990).
Cairan yang mengikuti hukum Newton,
viskositasnya tetap, tidak dipengaruhi oleh kecepatan geser. Sehingga untuk
menentukan viskositas cairan Newton dapat ditentukan hanya menggunakan satu
titik rate og shear saja. Cairan non Newton ini dibagi ke dalam ke dalam dua
kelompok, yaitu:
·
Cairan yang sifat alirannya tidak
dipengaruhi waktu, diantaranya:
Ø Aliran
plastis
Ø Aliran
pseudoplastis
Ø Aliran
dilatan
·
Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi
waktu, diantaranya:
Ø Aliran
thisotropik
Ø Aliran
rhepeksi
Ø Aliran
antihitksotropik
Viskositas cairan non Newton bervariasi
pada setiap rate of shear, sehingga untuk mengetahui sifat alirannya harus
dilakukan pengamatan pada berbagi rate of shear. Nilai viskositas dinyatakan
dalam viskositas spesifik, kinematik dan instrinsik. Viskositas spesifik
ditentukan dengan membandingkansecara langsung kecepatan aluran suatu larutan
dengan pelarutnya. Viskositas kinematik diperoleh dengan memperhitungkan densitas
larutan. Baik viskositas spesifik maupun kinematik dipengaruhi oleh konsentrasi
larutan. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer
Ubbelohde yang termasuk jenis viskometer kapiler. Untuk penentuan viskometer
larutan primer, viskometer kapiler yang paling tepat adalah viskometer
Ubbelohde. (Wiroatmojo, 1988)
Nilai viskositas dinyatakan dalam viskositas spesifik, kinematik dan intrinsik. Viskositas spesifik ditentukan dengan membandingkan secara langsung kecepatan aliran suatu larutan dengan pelarutnya. Viskositas kinematik diperoleh dengan memperhitungkan densitas larutan. Baik viskositas spesifik maupun kinematik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ubbelohde yang termasuk jenis viskometer kapiler. Untuk penentuan viskometer larutan polimer, viskometer kapiler yang paling tepat adalah viskometer Ubbelohde. (Wiroatmojo, 1988)
Nilai viskositas dinyatakan dalam viskositas spesifik, kinematik dan intrinsik. Viskositas spesifik ditentukan dengan membandingkan secara langsung kecepatan aliran suatu larutan dengan pelarutnya. Viskositas kinematik diperoleh dengan memperhitungkan densitas larutan. Baik viskositas spesifik maupun kinematik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ubbelohde yang termasuk jenis viskometer kapiler. Untuk penentuan viskometer larutan polimer, viskometer kapiler yang paling tepat adalah viskometer Ubbelohde. (Wiroatmojo, 1988)
ALAT
DAN BAHAN
Alat
·
Alat viscometer
·
Jenis- jenis spindle
·
Kecepatan putar spindle
·
Gelas ukur
·
Batang pengaduk
Bahan
·
Alkohol
·
Aquadest
·
Larutan gula
·
Larutan cmc
·
Larutan veegum
PROSEDUR
·
Sediakan alat dan bahan
·
Buat larutan ke dalam tiap-tiap beker gelas 100 ml
·
Yang pertama 100% , 100
ml air ke dalm beker gelas
·
Yang kedua 100%, 100 ml
alkohol ke dalm beker gelas
·
Yang ketiga 10 ml
larutan gula add 100 ml air hangat
·
Yang ke empat 20 ml
larutan gula add 100 ml air hangat
·
Yang ke lima 30 ml
larutan gula add 100 ml air hangat
·
Yang ke enam larutan
cmc 2% dan add 100 ml air
·
Yang ke tujuh campuran
cmc 0.1 % dan veegum 2% dan add 100 ml air
·
Setelah itu tentukan
kekentalan sampel tersebut dengan mengguanakan alat viskomester dengan
kecepatan 30 dan 60
·
Menggunakan spindle
kecil untuk zat cair yang kental dan menggunakan spindle besar untuk zat cair
·
Putar rotor sampai 7
kali putaran setiap masing-masing sampel
HASIL
PERCOBAAN
Perhitungan
(percobaan 6)
1)
Perhitungan gula
2) Perhitungan
air dan veegum + cmc
Untuk 30 ml
Air :0,5
2 = 1
Veegum+cmc : 0,5
10 = 5 gr
Untuk 60 mll
Air : 2
1 = 1
Veegum+cmc : 1,9
5 = 9,5 gr
3) Perhitungan
larutan gula 10 gr
Untuk 30 ml : 0,75
2 = 1,5
Untuk 60 ml : 0,25
1 = 1,25
4) Perhitungan
larutan gula 20 gr
Untuk 30 ml : 1
2 = 2
Untuk 60 ml : 1,25
1 = 1,25
5) Perhitungan
larutan gula 30 gr
Untuk 30 ml : 1,25
2 = 2,5
Untuk 60 ml : 3,5
1 = 3,5
6) Perhitungan
alcohol 100 ml
Untuk 30 ml : 0,025
2 = 0,5
Untuk 60 ml : 2,25
1 = 2,25
Perhitungan
(percobaan 7)
1) Cmc
5 % (dilarutkan 100 ml aquadest)
2) Cmc
0,1 %
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telahdi lakukan dapat di
simpulkan cara menentukan viskositas dengan menggunakan viskometer yaitu dengan
mengukur waktu yang di butuhkan sample
untuk mengalir dengan gaya yang di sebabkan oleh berat cairan itu
sendiri, dimana jika larutan memiliki konsentrasi yang timggi maka akan
memiliki visikositas yang tinggi dan sebaliknya jika larutan memiliki
konsentrasi yang rendah maka akan memiliki viskositas yang rendah pula.
LAMPIRAN


MODUL
III
SISTEM
DISPERSI
TUJUAN
·
Mahasiswa diharapkan mampu membuat
sediaa suspense dan emulsi yang baik
·
Dapat menetapkan parameter evaluasinya
DASAR
TEORI
Sistem dispersi secara sederhana
dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat yang berbeda maupun sama
wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang terlarut dan zat
pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu pasir, gula dan susu
masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air, kemudian diaduk
dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem dispersi. Pasir, gula
dan susu disebut fase terdispersi. Sedangkan air disebut medium pendispersi.
·
Jenis system disperse
Ø Dispersi kasar
Dispersi
kasar atau suspensi akan terjadi jika diameter fasa terdispersi memiliki ukuran
di atas 100 nanometer. Sistem ini mula-mula keruh tetapi dalam beberapa saat
segera nampak batas antara fasa terdispersi dengan medium pendispersi karena
terjadinya pengendapan. Kita dapat memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya
dengan cara melakukan penyaringan. Contoh dispersi kasar adalah dispersi pasir
di dalam air, air kopi, air sungai, campuran minyak dengan air, campuran tepung
gandum dengan air, dan lain-lain.
Ø Dispersi halus
Ø Dispersi halus disebut juga sebagai dispersi molekuler atau
larutan sejati. Dispersi halus akan terbentuk bila diameter fasa terdispersi
berukuran dibawah 1 nanometer, sistem bersifat homogen dan larutan tampak
jernih. Dispersi halus tidak menghasilkan pengendapan sehingga bila kita
menyaring fasa terdispersi maka tidak bisa dipisahkan dari medium
pendispersinya. Contoh dispersi halus adalah dispersi gula di dalam air,
spirtus, larutan NaCl dalam air, larutan cuka, udara (campuran oksigen dan
gas-gas lainnya), bensin, dan lain-lain.
Ø Dispersi
koloid
Dispersi
koloid disebut juga larutan koloid. Dispersi koloid akan terjadi jika diameter
fasa terdispersi berukuran antara 1 nanometer sampai 100 nanometer. Sifat
dispersi koloid terletak diantara suspensi dan larutan. Secara sepintas lalu,
dispersi koloid akan tampak seperti larutan homogen. Namun jika diamati di
bawah mikroskop ultra maka kita masih bisa membedakan antara fase terdispersi
dan medium pendispersi. Sistem ini ditandai dengan kondisi larutan selalu keruh
namun tidak terjadi pengendapan sehingga penyaringan fasa terdispersi tidak
bisa dilakukan. Contoh dispersi koloid adalah dispersi susu di dalam air,
santan, agar-agar yang sudah dimasak, detergen, mentega, selai, dan lain-lain.
ALAT
DAN BAHAN
Alat
·
Mortar dan stamper
·
Gelas ukur 100 ml
·
Batang pengaduk
·
Magnetic stirrer
·
Pemanas
·
Corong gelas
·
Botol 100 ml @6 buah
Bahan
·
Cmc
·
Paracetamol
·
Aquadest
PROSEDUR
·
Siapkan alat dan bahan
yang sudah ditimbang
·
Masukkann air panas
secukupnya ke mortar, tambahkan cmc gerus ad homogen
·
Tambahkan paracetamol
ke mortar gerus ad homogen
·
Masukkan ke botol
menggunakan corong, tambahkan aquadest
ad 100 ml
·
Buat sediaan @5 buah
dengan konsentrasi yang berbeda
·
Jangan lupa membuat
blanko, dengan melarutkan paracetamol dalam beaker gelas ad larut, lalu
masukkan ke botol menggunakan corong tambahkan aquadest sampai 100 ml. Amati
dan catat volume sedimentasi yang terjadi dalam interval 0, 15, 30, 45, 60 menit dan 24 jam.Tentukan
redispersibilitas suspense dalam 24jam
HASIL PERCOBAAN
·
Paracetamol :
·
Cmc 0,5 % :
·
Cmc 1 % :
·
Cmc 1,5 % :
·
Cmc 2 % :
·
Cmc 2,5 % :
Pengamatan tabel
·
Pembuatan sediaan
|
Zat aktif
|
Sediaan 1
|
Sediaan 2
|
Sediaan 3
|
Sediaan 4
|
Sediaan 5
|
|
Paracetamol 5 gr
|
Cmc 0,5% + paracetamol 5 gr
|
Cmc 1 % + paracetamol 5 gr
|
Cmc 1,5% + paracetamol 5 gr
|
Cmc 2 % + paracetamol 5 gr
|
Cmc 2,5% + paracetamol 5 gr
|
·
Volume sedimentasi
|
Waktu
|
Blanko
|
Sediaan 1
|
Sediaan 2
|
Sediaan 3
|
Sediaan 4
|
Sediaan 5
|
|
0
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
15 menit
|
0,5 cm
|
1 cm
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
30 menit
|
0,5 cm
|
1,2 cm
|
1,3 cm
|
1,5 cm
|
1 cm
|
-
|
|
45 menit
|
0,5 cm
|
1,5 cm
|
1,4 cm
|
1,7 cm
|
1,5 cm
|
0,5 cm
|
|
60 menit
|
0,5 cm
|
1,5cm
|
2 cm
|
2 cm
|
2 cm
|
1 cm
|
|
24 jam
|
0,5 cm
|
1,5 cm
|
2,5 cm
|
2,5 cm
|
2,5 cm
|
3,5 cm
|
|
redipersibilitas
|
|
|
|
|
|
|
PEMBAHASAN
Sistem dispersi merupakan campuran
antara zatterlarut dan pelarut. Dalam sistem dispersi, jumlah zat terlarut
lebih sedikit dibandingkan dengan zat pelarut. Zat terlarut dinamakan fase
terdispersi, sementara itu, zat pelarut dinamakan medium pendispersi. Jadi,
sistem dispersi adalah campuran antara fase terdispersi dengan medium
pendispersi yang bercampur secara merata.
Pada percobaan kali ini zat yang
tidak terlarut menggunakan paracetamol serta cmc sebagai suspending/emulgator
supaya paracetamol tersebut bisa larut. Salah satu problem yang dihadapi dalam
proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta
menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk
menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas
suspensi adalah :
·
Ukuran Partikel
Hubungan
antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas
penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan
hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas
penampangnya.
·
Kekentalan / Viskositas
Kekentalan
suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin
kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
·
Jumlah Partikel /
Konsentrasi
Apabila
didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan
antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan
dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin
besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
·
Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu
suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang
sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi
antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan
tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita
tidak dapat mempengruhi.
KESIMPULAN
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah
:
·
Ukuran partikel
·
Kekentalan / Viskositas
·
Jumlah Partikel /
Konsentrasi
·
Sifat / Muatan Partikel
Penilaian
Stabilitas Suspensi:
·
Volume sedimentasi
·
Derajat flokulasi.
·
Metode reologi
LAMPIRAN

DAFTAR
PUSTAKA
Kusdi Hartono,S.Si/modul praktikum farmasi fisika II/Universitas
Al-Ghifari/Fakultas MIPA/Jurusan Farmasi/Bandung/2016
Ansel, C Howard. 2006. Kalkulasi
Farmasetik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : JakartaPurba.Michael.2010.Kimia Kelompok Teknologi dan Kesehatan.Jakarta.Erlangga
http:///www.mutiaaws.blogspot.co.id/kerapatan.html diakes 29/11/2016
23:53
http://www.adinugrahaagungpribadi.blogsopt.co.id/laporan-fisikafarmasi-koefisien.html diakses
30/11/2016 00;01
http://wikipedia.org.com/reologi diakses
05/12/2016 0;41
http://www.mwdicafarma.blogspot.co.id/suspensi diakses 11/12/2106
05:08
http://ridwanaz.com/sistemdispersi diakses 05/12/2016 03:23
http://bisakimia.com/koloid diakses 01/12/2016
05:16
http://ahli.farmasi.bloggspot/suspensi diakses 05/12/2016 05:05

Tidak ada komentar:
Posting Komentar