Rabu, 01 Februari 2017

laporan fisika farmasi


MODUL I
PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

TUJUAN
Menentukan kerapatan dan bobot jenis bermacam-macam zat
DASAR TEORI
Setiap zat yang ada di muka bumi ini memiliki karakteristik 6 tersendiri. Karakter-karakter tersebut berbeda dari segi fisik maupun segi kimia. Sifat fisik adalah sifat zat yang dapat diamati secara langsung, misalnya cairan, padat atau gas, serta sifat yang dapat diukur seperti massa, volume, warna dan sebagainya. Sifat kimia meliputi sifat zat yang tidak dapat diamati secara langsung, misalnya kelarutan zat, kerapatan dan lain- lain. Keadaan bahan secara keseluruhan dapat di bagi menjadi zat gas, fluida, dan padat. Zat padat cenderung mempertahankan bentuknya sementara fluida tidak mempertahankan bentuknya dan gas mengembang menempati semua ruangan tanpa memperdulikan bentuknya. Fluida termasuk materi yang mengalir yang digunakan dalam hubungan antara cairan dengan gas. Teori fluida sangat kompleks, sehingga penelusurannya dimulai dari yang paling dasar yakni dalam penentuan kerapatan dan bobot jenis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa karakteristik suatu zat berbeda satu dengan yang lain. Demikian pula dengan kerapatan, yang juga merupakan suatu sifat zat, berbeda untuk setiap zat. Sebagai contoh minyak dan air ketika dicampur tercipta 2 fasa karena kerapatannya berbeda. Selain itu peristiwa mengapung, melayang dan tenggelam, merupakan kejadian lazim kita lihat yang dipengaruhi oleh perbandingan bobot jenis zat-zat tersebut. Untuk mengetahui cara mengukur bobot jenis dan kerapatan pada beberapa sampel.
Di bidang farmasi, selain bobot jenis digunakan untuk mengetahui kekentalan suatu zat cair juga digunakan untuk mengetahui kemurnian suatu zat dengan menghitung berat jenisnya kemudian dibandingkan dengan teori yang ada, jika berat jenisnya mendekati maka dapat dikatakan zat tersebut memiliki kemurnian yang tinggi. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui hal tersebut dengan menggunakan piknometer, maka dilakukanlah percobaan penentuan kerapatan dan bobot jenis ini.


A.    PERCOBAAN I
Prosedur
1.      Timbang piknometer yang bersih dan kering dengan seksama
2.      Isi piknometer dengan air hingga penuh, lalu direndam dengan air es sehingga suhunya dibawah suhu percobaan.
3.      Piknometer ditutup, pipa kapilernya dibiarkan terbuka dan suhu airnya dibiarkan naik sampai mencapai suhu percobaan, lalu pipa kapiler piknometer ditutup.
4.      Biarkan suhu dalam piknometer mencapai suhu kamar. air yang menempel diusap dan ditimbang dengan seksama.
5.      Hitung kerapatan air pada suhu percobaan
Perhitungan
Bobot piknometer + air           = 22,3 gram
Bobot piknometer kosong       = 12 gram   -
                                                   10,3 gram
ρ air
10 ml = 10,3 gr
ρ air = 10,3  10 gr = 1,03 -1

B.     Penentuan kerapatan zat cair X (etanol, aseton dan kloroform)
Prosedur
1.      Lakukan penimbangan zat X dengan menggunakan piknometer yang sama seperti percobaan A
2.      Hitung kerapatan zat cair X
Perhitungan
1)      Etanol (alcohol 70 %)
Pikno isi                      = 20,6 gram
Pikno kosong              = 12 gram      -
                                        8,6 gram
10 ml = 8,6
            ρ etanol
             = 0,815-1
b ml = 8,6
0, 86
            = 10 -1
2)      Aseton
Pikno + isi                   = 19,4 gram
Pikno kosong              = 12 gram      -
                                        7,4 gram
10 ml = 7,4
            ρ aseton

ρ aseton           = 7,4
                             10
                        = 0,74 -1
b ml = 7,4
0,74
            = 10 -1
3)      Klorofom
Pikno isi                      = 27,1 gram
Pikno kosong              = 12 gram      -
                                        15,1 gram
10 ml = 15,1
            ρ klorofrom
ρ klorofrom  = 15,1
                          10
                        = 1,51 gr⁄(ml )-1
b ml = 15,1
             1,52
            = 10 -1

C.     Penentuan kerapatan Zat Padat yang Kerapatannya lebih besar daripada Air (peluru)
Prosedur
1.      Lakukan penimbangan zat padat yang akan ditentukan kerapatannya.
2.      Masukkan zat padat tersebut ke dalam piknometer yang sama lalu diisi penuh dengan air.
3.      Lakukan penimbangan dengan memperhatikan suhu percobaan sama seperti pada IA
Perhitungan
Pikno + corong            =  12 gram
Pikno + ZnO               = 12,9 gram
ZnO                             = 0,9 gram
Pikno + ZnO + air       = 22,8 gram
Bobot air  + pikno       = 22,8 gram – 0,9 gram = 21,9 gram
Bobot air                     = 22,8 gram – 0,9 gram – 12 gram = 9,9 gram
·         Bobot air yang ditumpahkan oleh adanya zat padat
9,9 gram – (22,8  gram + 0,9 gram + `12 gram)
9,9 gram – 35,7 grram = - 25,8 gram

·         Volume air yng ditumpahkan = volume zat padat
9,9 gram – (22,8 gram + 0,4 gram + 12 gram)
1,03
9,9 gram – 35,2 gram   =  – 25,3
1,03                         1,03
                        = – 24,56 gram
                        = |  – 24,56 gram  |
                        =  24,56 gram

D.    Penentuan kadar Zat Padat Yang Kerapatannya lebih kecil daripada air
Prosedur
1.      Lakukan seperti cara (C) dengan megkaitkan zat tersebut dengan satu pemberat yang kerapatannya dan massanya sudah diketahui
Perhitungan


0,9 gram . 1,03   gram/ml -1     =  | - 0,0366  | gram/ml-1
            -25,3                            = 0,0366 gram/ml -1

E.     Bobot Jenis
Nama Zat
Harga eksperimental
Harga resmi
Air
1,03
1
ZnO
0,09
-

PEMBAHASAN
Berat jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding dengan  volume zat pada suhu tertentu (biasanya pada suhu 25ºC), sedangkan rapat jenis (specific gravity) adalah perbandingan antara bobot zat pada suhu tertentu (dalam bidang farmasi biasanya digunakan 25º/25º).  Berat jenis didefenisikan sebagai perbandingan kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air. Harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika dengan tidak cara lain yang khusus. Oleh karena itu, dilihat dari defenisinya, istilah berat jenis sangat lemah. Akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif. Berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni. Air murni bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³. Berat jenis merupakan bilangan murni tanpa dimensi (Berat jenis tidak memiliki satuan), dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok.
Dalam bidang farmasi kerapatan dan berat jenis suatu zat atau cairan digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair, digunakan pula untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk cairan, serta dapat pula diketahui tingkat kelarutan/daya larut suatu zat. alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu piknometer. Piknometer digunakan untuk mencari bobot jenis dan hidrometer digunakan untuk mencari rapat jenis. Piknometer biasanya terbuat dari kaca untuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas antara 10ml-50ml.
Untuk melakukan percobaan penetapan bobot jenis, piknometer dibersihkan dengan menggunakan aquadest, kemudian dibilas dengan alkohol untuk mempercepat pengeringan piknometer kosong tadi. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa dari permbersihan, karena biasanya pencucian meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehinggga dapat mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Pemakaian alkohol sebagai pembilas memiliki sifat-sifat yang baik seperti mudah mengalir, mudah menguap dan bersifat antiseptikum. Jadi sisa-sisa yang tidak diinginkan dapat hilang dengan baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam piknometer itu sendiri.
Piknometer kemudian dikeringkan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan piknometer pada bobot sesungguhnya. Setelah itu didiamkan sampai dingin dalam baskom berisi air es. Akhirnya piknometer ditimbang pada timbangan analitik dalam keadaan kosong. Setelah ditimbang kosong, piknometer lalu diisikan dengan sampel mulai dengan aquadest, sebagai pembanding nantinya dengan sampel yang lain. Pengisiannya harus melalui bagian dinding dalam dari piknometer untuk mengelakkan terjadinya gelembung udara. Proses pemindahan piknometer harus dengan menggunakan tissue. Akhirnya piknometer yang berisi sampel ditimbang.
Adapun keuntungan dari penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer adalah mudah dalam pengerjaan. Sedangkan kerugiannya yaitu berkaitan dengan ketelitian dalam penimbangan. Jika proses penimbangan tidak teliti maka hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil yang ditetapkan literatur. Disamping itu penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer memerlukan waktu yang lama. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah:
Temperatur, dimana  pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya, demikian pula halnya pada suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung bobot jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhudimana biasanya senyawa stabil, yaitu pada suhu 25oC (suhu kamar).
Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan bobot jenisnya juga menjadi lebih besar.
Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya.




KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat diperoleh :
·         Hasil perhitungan bobot piknometer + air  yaitu 1,03 -1
·         Kerapatan zat cair untuk etanol( alcohol 70 %) = 10 -1 , untuk aseton = 10 -1  , untuk klorofom = 10 -1
·         Kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih besar dari air = 24,56 gram
Kerapatan zat padat yang lebih kecil dari air  = 0,0366 gram/ml -1


LAMPIRAN







MODUL II
KOEFISIEN PARTISI

TUJUAN
Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air.
DASAR TEORI
Koefisien partisi merupakan rasio konsentrasi dari suatu senyawa dalam dua tahap, dari dua campuran yang tidak saling larut dalam pelarut pada kesetimbangan. Koefisien partisi (P) ini juga menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam pelarut system dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat  koefisien partisi harus dipertimbangkan terlebih dahulu, dimana P hanya tergantung pada konsentrasi obat saja, dan apabila molekul-molekul obat berkecenderungan menyatu dalam larutan maka untuk obat yang terionisasi dapat dikatakan memiliki tingkat ionisasi yang sama/seimbang (Anonim, 2011).
 Koefisien partisi tiap zat adalah tetap sesuai dengan sifat alamiah zat itu sendiri. Pas adalah koefisien partisi yang menyatakan rasio konsentrasi zat dalam air dan sediment, atau sebaliknya Psa adalah rasio konsentrasi zat dalam sediment dan air. Koefisien partisi antarmedia  diformulasikan sebagai berikut:
A. Koefisien partisi air dan sedimen
Formulasi koefisien partisi air dan sedimen secara empiris adalah:
Pas = Ca/Cs, atau Psa = Cs/Ca 4)
Khusus untuk zat hidrofobik (lipofilik) dan non-ionik:
Pas = Koc.Foc = (0,4 – 0,5) Pow.Foc 5)
Dimana:
• Koc adalah konstanta jerapan/sorption berhubungan dengan jumlah zat dalam sedimen dan jumlah zat dalam air. Koc dihitung berdasarkan jumlah kandungan zat organic karbon dalam sedimen sehingga Koc dapat ditentukan dengan mengetahui kandungan karbon tanpa tergantung pada jenis sedimen.
• Foc adalah fraksi organik karbon dalam sedimen.
• Pow adalah koefisien partisi n-octanol dan air, yang merepresentasikan rasio zat yang masuk ke dalam fasa organik karbon dan fasa air.
B. Koefisien partisi air dan udara
Formulasi koefisien partisi air dan udara secara empiris adalah:
Pau=Ca/Cu=(La.RT)/(Pu.BM), atau Pua=Cu/Ca=(Pu.BM)/(La.RT) 7)
Dimana:
Cu adalah konsentrasi zat dalam udara
Ca adalah konsentrasi zat dalam air
Pu adalah tekanan uap zat (atm)  (Mangkoedihardjo, 2005)  

Penentuan konsentrasi senyawa dalam senyawa organic dapat ditentukan secara kuantitatif setelah dilakukan pemisahan fisik dan kendala yang dihadapi adalah harga pelarut organic yang n-oktanol yang sangat mahal selain itu biaya analisis konsentrasi senyawa dalam kedua pelarut juga cukup mahal dan waktu yang dibutuhkan relative cukup lama (Iqmal, 2008).       
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa pada kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua zairan yang tidak dapat campur. Sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasai pada kesetimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu (Underwood, 1998).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla, 1990).







PERCOBAAN 5
Cara kerja :
1. Percobaan koefisien partisi
1.      Buat larutan dapar salisilat 0,1 M dengan pH 3, 4 dan 5 dari asam salisilat yang ditambah natrium hidroksida hingga pH yang dikehendaki.
2.      Tambahkan pada larutan tersebut 10 ml kloroform p.a lalu diinkubasikan pada suhu 370C dan diaduk.
3.      Setelah kira-kira satu jam tentukan kadar salisilat dalam fase air pada menit 15, 30 dan 45. Kesetimbangan dicapai apabila beberapa kali penentuan kadar tersebut hasilnya sudah konstan. (tidak ada penurunan kadar salisilat pada fase air)
       Kadar

 



                                                                                                                             Menit
4.   Hitung masing-masing koefisien partisinya pada ketiga macam pH tersebut
5.   Buat kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH

2. Cara penentuan kadar salisilat
1.      2 ml fase air pada percobaan koefisien partisi encerkan hingga 100 ml
2.      2 ml dari hasil pengenceran tersebut ditambah 1 ml larutan besi III klorida 1% dalam asam nitrat akan menjadi warna ungu.
3.      Resapannya dibaca pada 525 nm.
4.      Tentukan kadar salisilat sengan menggunakan kurva yang tersedia.

DATA PERCOBAAN KOEFISIEN PARTISI
·         Tinggi endapan
Menit
pH 3
pH 4
pH 6
15’
0,8
0,6
0,5
30’
0,7
0,6
0,4
45’
0,5
0,4
0,3

·         Hasil titrasi dengan NaOH pada menit ke 15’

V awal
V akhir
V terpakai
pH 3
0 mL
0,8 mL
0,8 mL
pH 4
0,8 mL
1,5 mL
0,7 mL
pH 5
1,5 mL
2 mL
0,5 mL

·         Hasil titrasi dengan NaOH pada menit ke 30’

V awal
V akhir
V terpakai
pH 3
2 mL
2,7 mL
0,7 mL
pH 4
2,7 mL
3,7 mL
0,8 mL
pH 5
3,7 mL
4,1 mL
0,4 mL

·         Hasil titrasi dengan NaOH pada menit ke 45

V awal
V akhir
V terpakai
pH 3
4,1 mL
4,8 mL
0,7 mL
pH 4
4,8 mL
5,6 mL
0,8 mL
pH 5
5,6 mL
6 mL
0,4 mL

PEMBAHASAN
Koefisien partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Koefisien partisi minyak/air merupakan ukuran sifat lipofilik suatu molekul, ini merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik. Koefisien partisi harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif.
Kecepatan absorbsi  obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida. Dengan demikian obat - obat yang sukar larut dalam lipida akan dengan mudah melaluinya. Sebaliknya obat – obat yang sukar larut dalam lipida akan sukar diadsorbsi. Obat-obat yang larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koeisien partisi yang sangat kecil.
Pada umumnya, obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air, maka sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, dan sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pegaruh pH terhadap kecepatan absorbs obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar.
Pada percobaan kali ini kami menggunakan cara titrasi,tetapi seharusnya menggunakan alat spektofotometri hal itu tidak dilakukan karena ada beberapa factor sehinga kami tidak menggunakan spektrometri. Dan hanya melakukan titrasi pada zat NaOH saja, sehingga hasil data yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan/tidak sesuai dengan data yang diminta.


Jika menggunakan spektrometri dan berhasil maka data yang diperoleh melakukan uji pada larutan buffer fosfat 10 ml dengan barbagai macam pH dan larutan yang kami gunakan yaitu FeCl3, kloroform-air, dan asam salisilat dalam bentuk Buffer. Percobaan pertama dengan memasukkan larutan buffer 10 ml dengan pH 3, pH 4, pH 5 ke dalam tabung Erlenmeyer. Setelah itu di tambahkan kloroform 5 ml ke dalam masing-masing tabung tersebut kemudian di kocok dan dilakukan inkubasi menggunakan alat waterbath (incubator) selama ±20 menit. Adapun tujuan dari perlakuan inkubasi ini yaitu agar zat dapat saling melarut dan homogen.
Apabila tercapai kesetimbangan pada tabung erlenmeyer, campuran kemudian dipisahkan dan terbentuk dua lapisan. Pada pelarut kloroform, buffer yang larut dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan buffer yang larut dalam pelarut kloroform berada pada lapisan bawah. Hal ini disebabkan adanya  perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air.
Hasil pemisahan ini, air di tampung pada tabung erlenmeyer. Setelah itu, ketiga larutan ini di tetesi dengan larutan FeCl3 hingga menghasilkan perubhan warna menjadi ungu.
Kemudian dari ketiga larutan ini di masukkan dalam spektro uv-vis untuk di hitung nilai absorbansinya. Dari pengukuran ini di dapatkan hasil dari larutan buffer pH 3 dengan nilai absorbansi 0,111 A, pH 4 nilai absorbansinya 1,58 A, dan pH 5 nilai absorbansinya 1,668 A.
Pengaruh pH terhadap koefisien partisi yaitu, beberapa obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh karena itu, koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari satu gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, seringkali salah satu gugus dalam suatu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu. Sehingga semakin tinggi  pH maka akan semakin tinggi pula nilai absorbansinya, sehingga dikatakan pH dan absorbansi berbanding lurus.
KESIMPULAN
Untuk percobaan kali ini hasil yang  diperoleh  tidak sesuai dengan apa yang tertera pada data diatas karena menggunakan titrasi bukan dengan spektrometri. Sehingga jika berhasil kemungkinan data yang diperoleh/ disimpulkan bahwa pengaruh pH terhadap koefisien partisi adalah mempengaruhi kecepatan absorsi pada obat, yang mana obat-obat tersebut bersifat asam atau basa lemah yang menyebabkan sebagian akan terionisasi jika dilarutkan dalam air. Dalam artian jika suatu senyawa pada obat yang bersifat asam atau basa mengalami ionisasi sebesar 50% (pH=pKa). Maka koefisien partisinya setengah dari obat-obat yang tidak mengalami ionisasi.








MODUL III
REOLOGI PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DAN NON NEWTON

TUJUAN
·         Mempelajari cara penentuan viskositas larutan newton dengan viscometer ostwald
·         Mempelajari cara penentuan viskositas larutan non newton dengan viskosimeter stormer
·         Mempelajari  pengaruh  kadar larutan terhadap viskositas larutan
DASAR TEORI
Reologi adalah studi mengenai aliran materi, terutama ketika dalam kondisi cair, namun juga benda padat dan semi padat ketika respon yang ditunjukan berupa aliran plastis dan bukan deformasi secara elastis ketika gaya diaplikasikan. Ilmu ini mengacu pada zat yang memiliki struktur mikro yang kompleks, seperti lumpur, suspensi, polimer, dan kaca, juga bahan lain seperti cairan tubuh (misal darah) dan bahan biologis lainnya yang masuk ke dalam kategori benda semi-padat.
Reologi secara umum memperhitungkan sifat fluida non-Newtonian dengan mencirikan sejumlah fungsi yang dibutuhkan untuk menghubungkan tegangan dengan perubahan regangan. Seperti contoh, saus tomat dapat mengalami perubahan viskositas dengan mengaduknya, di mana perubahan relatif dari lapisan-lapisan yang berbeda di dalam bahan menyebabkan pengurangan viskositas. Hal ini tidak ditemukan pada air.
Fluida Newtonian dapat dicirikan dengan koefisien viskositas tunggal pada temperatur tertentu. Meski viskositas berupah seiring dengan perubahan temperatur, fluida Newtonian tidak mengalami perubahan regangan rata-rata. Hanya sebagian kecil fluida yang menunjukan sifat viskositas konstan seperti fluida Newtonian. Sebagian besar fluida, yang disebut denganfluida non-Newtonian, menunjukan sifat perubahan viskositas seiring dengan perubahan regangan-rata-rata (disebut dengan viskositas relatif).
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Kebanyakan viskometer mengukur kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas (gelas kapiler), bila cairan itu mengalir cepat maka berarti viskositas dari cairan itu rendah (misalnya air). Dan bila cairan itu mengalir lambat, maka dikatakan cairan itu viskositas tinggi. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas. Menurut poiseulle, jumlah volume cairan yang mengalir melalui pipa per satuan waktu. (Dudgale. 1986)
Viskositas biasanya diterima sebagai “kekentalan” atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dapat dipikir sebagai cara untuk mengukur gesekan fluid. Prinsip dasar penerapan viskositas digunakan dalama sifat alir zat cair atau rgeologi. Rheologi merupakan ilmu tentang sifat alir suatu zat. Rheologi terlibat dalam pembuatan, pengemasan atau pemakaian, konsistensi, stabilitas dan ketersediaan hayati sediaan. (Moechtar, 1990)
Makin tinggi viskositas maka akan semakin besar tahanannya. Bila viskositas gas meningkat dengan naiknya temperatur, maka viskositas cairan justru menurun jika temperatur dinaikkan. (Martin, 1993).
Pada hukum aliran viskositas Newton menyatakan hubungan antara gaya-gaya mekanika dari suatu aliran viskos. Geseran dalam viskositas (fluida) adlah konstan sehubungan dengan gesekannya. Hubungan tersebut berlaku untuk fluida Newtonian, dimana perbandingan antara tegangan geser (s) dengan kecepatan geser (g) nya konstan. Parameter inilah yang disebut dengan viskositas. Aliran viskositas dapat digambarkan dengan dua buah bidang tersebut. Suatu bidang permukaan bawah yang tetap dibatasi oleh lapisan fluida setebal h, sejajar dengan permukaan atas itu ringan, yang berarti tidak memberikan beban pada lapisan fluida dibawahnya, maka tidak ada gaya tekan yang berkerja pada lapidan fluida. (Dudgale, 1986)
Faktor- fator yang mempengaruhi viskositas adalah sebagai berikut :
Ø  Tekanan : Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan.
Ø  Temperatur :  Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangkan viskositas gas naik dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul-molekulnya memperoleh energi. Molekul-molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan temperatur.
Ø   Kehadiran zat lain: Penambahan gula tebu meningkatkan viskositas air. Adanya bahan tambahan seperti bahan suspensi menaikkan viskositas air. Pada minyak ataupun gliserin adanya penambahan air akan menyebabkan viskositas akan turun karena gliserin maupun minyak akan semakin encer, waktu alirnya semakin cepat.
Ø  Ukuran dan berat molekul : Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju aliran alkohol cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan kekentalannya tinggi seta laju aliran lambat sehingga viskositas juga tinggi.
Ø  Berat molekul : Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak.
Ø  Kekuatan antar molekul : Viskositas air naik denghan adanya ikatan hidrogen, viskositas CPO dengan gugus OH pada trigliseridanya naik pada keadaan yang sama. (Bird, 1987)

·         Berdasarkan hukum Newton tentang sifat alir cairan, maka tipe aliran dibedakan menjadi 2, yaitu:
Ø  Newtonian : Cairannya mengalir mengikuti aturan-aturan viskositas.
Ø  Non Newtonian : Aturannya tidak mengikuti aturan viskositas. Cairan biasanya memiliki ukuran molekul yang paling besar atau mempunyai struktur tambahan, misalnya koloid. Untuk mengalirkan cairan bukan cairan Newton sehingga diperlukan tambahan gaya atau jika perlu memecah strukturnya. (Wiroatmojo, 1988)

·         Macam-macam Viskositas
Ø  Viskositas dinamik, yaitu rasio antara shear, stress, dan shear rate. Viskositas dinamik disebut juga koefisien viskositas.
Ø  Viskositas kinematik, yaitu viskositas dinamik dibagi dengan densitasnya. Viskositas ini dinyatakan dalam satuan stoke (St) pada cgs dan m²/s pada SI.
Ø  Viskositas relatif dan spesifik, pada pengukuran viskositas suatu emulsi atau suspensi biasanya dilakukan dengan membandingkannya dengan larutan murni. Untuk mengukur besarnya viskositas menggunakan alat viskometer. Berbagai tipe viskometer dikelompokkan menurut prinsip kerjanya. (Dudgale. 1986)


·         Cara Menentukan viskositas suatu zat menggunakan alat yang dinamakan viskometer. Ada beberapa tipe viskometer yang biasa digunakan antara lain:
Ø  Viskometer Brookfield : Pada viscometer ini nilai viskositas didapatkan dengan mengukur gaya puntir sebuah rotor silinder (spindle) yang dicelupkan ke dalam sample. Viskometer Brookfield memungkinkan untuk mengukur viskositas dengan menggunakan teknik dalam viscometry. Alat ukur kekentalan (yang juga dapat disebut viscosimeters) dapatmengukur viskositas melalui kondisi aliran berbagai bahan sampel yang diuji. Untuk dapat mengukur viskositas sampel dalam viskometer Brookfield, bahan harus diam didalam wadah sementara poros bergerak sambil direndam dalam cairan. (Atkins 1994).Pada metode ini sebuah spindle dicelupkan ke dalam cairan yang akan diukur viskositasnya. Gaya gesek antara permukaan spindle dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan. Sebuah spindle dimasukkan ke dalam cairan dan diputar dengan kecepatan tertentu. Bentuk dari spindle dan kecepatan putarnya inilah yang menentukan Shear Rate. Oleh karena itu untuk membuat sebuah hasil viskositas dengan methode pengukuran Rotational harus dipenuhi beberapa hal sebagai berikut:
a. Jenis Spindle
b. Kecepatan putar Spindle
c. Type Viscometer
d. Suhu sample
e. Shear Rate (bila diketahui)
f. Lama waktu pengukuran (bila jenis sample-nya Time Dependent). (Sukardjo1997)
Viskometer Brookfield merupakan salah satu viscometer yang menggunakan gasing atau kumparan yang dicelupkan kedalam zat uji dan mengukur tahanan gerak dari bagian yang berputar. Tersedia kumparan yang berbeda untuk rentang kekentalan tertentu, dan umumnya dilengkapi dengan kecepatan rotasi. (FI IV,1038). Prinsip kerja dari viscometer Brookfield ini adalah semakin kuat putaran semakin tinggi viskositasnya sehingga hambatannya semakin besar. (Moechtar,1990)
Ø  Viskometer Oswald : Pada viscometer ini yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah cairan tertentu untuk mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Didalam percobaan diukur waktu aliran untuk volume V (antara tanda a dan b) melalui pipa kapiler yang vertical. Jumlah tekanan (P) dalam hokum Poiseuille adalah perbedaan tekanan antara permukaan cairan, dan berbanding lurus dengan r. (Moechtar,1990)
Ø  Viskometer Hoppler : Yang diukur adalah waktu yang diperlukan oleh sebuah bola untuk melewati cairan pada jarak atau tinggi tertentu. Karena adanya gravitasi benda yang jatuh melalui medium yang berviskositas dengan kecepatan yang semakin besar sampai mencapai kecepatan maksimum. Kecepatan maksimum akan dicapai jika gaya gravitasi (g) sama dengan gaya tahan medium (f) besarnya gaya tahan (frictional resistance) untuk benda yang berbentuk bola stokes. (Moechtar,1990)
Ø  Viskometer Cup dan Bob : Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antaradinding luar dari bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi di sepanjangkeliling bagian tube sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi. Penurunan konsentras ini menyebabkan bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut aliran sumbat (Moechtar,1990)
Ø  Viskometer Cone dan Plate : Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian dinaikkan hingga posisi di bawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan bermacam kecepatan dan sampelnya digeser di dalam ruang semitransparan yang diam dan kemudian kerucut yang berputar (Moechtar,1990).
Cairan yang mengikuti hukum Newton, viskositasnya tetap, tidak dipengaruhi oleh kecepatan geser. Sehingga untuk menentukan viskositas cairan Newton dapat ditentukan hanya menggunakan satu titik rate og shear saja. Cairan non Newton ini dibagi ke dalam ke dalam dua kelompok, yaitu:
·         Cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi waktu, diantaranya:
Ø  Aliran plastis
Ø  Aliran pseudoplastis
Ø  Aliran dilatan
·         Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi waktu, diantaranya:
Ø  Aliran thisotropik
Ø  Aliran rhepeksi
Ø  Aliran antihitksotropik
Viskositas cairan non Newton bervariasi pada setiap rate of shear, sehingga untuk mengetahui sifat alirannya harus dilakukan pengamatan pada berbagi rate of shear. Nilai viskositas dinyatakan dalam viskositas spesifik, kinematik dan instrinsik. Viskositas spesifik ditentukan dengan membandingkansecara langsung kecepatan aluran suatu larutan dengan pelarutnya. Viskositas kinematik diperoleh dengan memperhitungkan densitas larutan. Baik viskositas spesifik maupun kinematik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ubbelohde yang termasuk jenis viskometer kapiler. Untuk penentuan viskometer larutan primer, viskometer kapiler yang paling tepat adalah viskometer Ubbelohde. (Wiroatmojo, 1988)
Nilai viskositas dinyatakan dalam viskositas spesifik, kinematik dan intrinsik. Viskositas spesifik ditentukan dengan membandingkan secara langsung kecepatan aliran suatu larutan dengan pelarutnya. Viskositas kinematik diperoleh dengan memperhitungkan densitas larutan. Baik viskositas spesifik maupun kinematik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ubbelohde yang termasuk jenis viskometer kapiler. Untuk penentuan viskometer larutan polimer, viskometer kapiler yang paling tepat adalah viskometer Ubbelohde. (Wiroatmojo, 1988)
ALAT DAN BAHAN
Alat
·         Alat viscometer
·         Jenis- jenis spindle
·         Kecepatan putar spindle
·         Gelas ukur
·         Batang pengaduk

Bahan
·         Alkohol
·         Aquadest
·         Larutan gula
·         Larutan cmc
·         Larutan veegum

PROSEDUR
·         Sediakan alat dan  bahan
·         Buat  larutan ke dalam tiap-tiap  beker gelas 100 ml
·         Yang pertama 100% , 100 ml air ke dalm beker gelas
·         Yang kedua 100%, 100 ml alkohol ke dalm beker gelas
·         Yang ketiga 10 ml larutan gula add 100 ml air hangat
·         Yang ke empat 20 ml larutan gula add 100 ml air hangat
·         Yang ke lima 30 ml larutan gula add 100 ml air hangat
·         Yang ke enam larutan cmc 2% dan add 100 ml air
·         Yang ke tujuh campuran cmc 0.1 % dan veegum 2% dan add 100 ml air
·         Setelah itu tentukan kekentalan sampel tersebut dengan mengguanakan alat viskomester dengan kecepatan 30 dan 60
·         Menggunakan spindle kecil untuk zat cair yang kental dan menggunakan spindle besar untuk zat cair
·         Putar rotor sampai 7 kali putaran setiap masing-masing sampel

HASIL PERCOBAAN
Perhitungan (percobaan 6)
1)      Perhitungan gula
= 10  gr
 = 20 gr
 =30 gr
2)      Perhitungan air  dan veegum + cmc
Untuk 30 ml
Air :0,5  2 = 1
Veegum+cmc : 0,5  10 = 5 gr
Untuk 60 mll
Air : 2  1 = 1
Veegum+cmc : 1,9  5 = 9,5 gr
3)      Perhitungan larutan gula 10  gr
Untuk 30 ml : 0,75  2 = 1,5
Untuk  60 ml : 0,25  1 = 1,25
4)      Perhitungan larutan gula 20 gr
Untuk 30 ml : 1  2 = 2
Untuk 60 ml : 1,25  1 = 1,25
5)      Perhitungan larutan gula 30 gr
Untuk 30 ml : 1,25  2 = 2,5
Untuk 60 ml : 3,5  1 = 3,5
6)      Perhitungan alcohol 100  ml
Untuk 30 ml : 0,025  2 = 0,5
Untuk 60 ml : 2,25  1 = 2,25


Perhitungan (percobaan 7)
1)      Cmc 5 %  (dilarutkan  100 ml aquadest)
 = 5 gr
2)      Cmc 0,1 %

KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telahdi lakukan dapat di simpulkan cara menentukan viskositas dengan menggunakan viskometer yaitu dengan mengukur waktu yang di butuhkan sample  untuk mengalir dengan gaya yang di sebabkan oleh berat cairan itu sendiri, dimana jika larutan memiliki konsentrasi yang timggi maka akan memiliki visikositas yang tinggi dan sebaliknya jika larutan memiliki konsentrasi yang rendah maka akan memiliki viskositas yang rendah pula.
LAMPIRAN

















MODUL III
SISTEM DISPERSI
TUJUAN
·         Mahasiswa diharapkan mampu membuat sediaa suspense dan emulsi yang baik
·         Dapat menetapkan parameter evaluasinya
DASAR TEORI
Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu pasir, gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air, kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem dispersi. Pasir, gula dan susu disebut fase terdispersi. Sedangkan air disebut medium pendispersi.
·         Jenis system disperse
Ø  Dispersi kasar
Dispersi kasar atau suspensi akan terjadi jika diameter fasa terdispersi memiliki ukuran di atas 100 nanometer. Sistem ini mula-mula keruh tetapi dalam beberapa saat segera nampak batas antara fasa terdispersi dengan medium pendispersi karena terjadinya pengendapan. Kita dapat memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya dengan cara melakukan penyaringan. Contoh dispersi kasar adalah dispersi pasir di dalam air, air kopi, air sungai, campuran minyak dengan air, campuran tepung gandum dengan air, dan lain-lain.
Ø  Dispersi halus
Ø  Dispersi halus disebut juga sebagai dispersi molekuler atau larutan sejati. Dispersi halus akan terbentuk bila diameter fasa terdispersi berukuran dibawah 1 nanometer, sistem bersifat homogen dan larutan tampak jernih. Dispersi halus tidak menghasilkan pengendapan sehingga bila kita menyaring fasa terdispersi maka tidak bisa dipisahkan dari medium pendispersinya. Contoh dispersi halus adalah dispersi gula di dalam air, spirtus, larutan NaCl dalam air, larutan cuka, udara (campuran oksigen dan gas-gas lainnya), bensin, dan lain-lain.

Ø  Dispersi koloid
Dispersi koloid disebut juga larutan koloid. Dispersi koloid akan terjadi jika diameter fasa terdispersi berukuran antara 1 nanometer sampai 100 nanometer. Sifat dispersi koloid terletak diantara suspensi dan larutan. Secara sepintas lalu, dispersi koloid akan tampak seperti larutan homogen. Namun jika diamati di bawah mikroskop ultra maka kita masih bisa membedakan antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Sistem ini ditandai dengan kondisi larutan selalu keruh namun tidak terjadi pengendapan sehingga penyaringan fasa terdispersi tidak bisa dilakukan. Contoh dispersi koloid adalah dispersi susu di dalam air, santan, agar-agar yang sudah dimasak, detergen, mentega, selai, dan lain-lain.
ALAT DAN BAHAN
Alat
·         Mortar dan stamper
·         Gelas ukur 100 ml
·         Batang pengaduk
·         Magnetic stirrer
·         Pemanas
·         Corong gelas
·         Botol 100 ml @6 buah

Bahan
·         Cmc
·         Paracetamol
·         Aquadest

PROSEDUR
·         Siapkan alat dan bahan yang sudah ditimbang
·         Masukkann air panas secukupnya ke mortar, tambahkan cmc gerus ad homogen
·         Tambahkan paracetamol ke mortar gerus ad homogen
·         Masukkan ke botol menggunakan corong, tambahkan aquadest  ad 100 ml
·         Buat sediaan @5 buah dengan konsentrasi yang berbeda
·         Jangan lupa membuat blanko, dengan melarutkan paracetamol dalam beaker gelas ad larut, lalu masukkan ke botol menggunakan corong tambahkan aquadest sampai 100 ml. Amati dan catat volume sedimentasi yang terjadi dalam interval 0, 15,  30, 45, 60 menit dan 24 jam.Tentukan redispersibilitas suspense dalam 24jam
HASIL PERCOBAAN
·         Paracetamol :
             = 5 gr
·         Cmc 0,5 % :
             = 0,5 gr
·         Cmc 1 % :
 = 1 gr
·         Cmc 1,5 % :
 = 1,5 gr
·         Cmc 2 % :
 = 2 gr
·         Cmc 2,5 % :
 = 2,5 gr
Pengamatan tabel
·         Pembuatan sediaan
Zat aktif
Sediaan 1
Sediaan 2
Sediaan 3
Sediaan 4
Sediaan 5
Paracetamol 5 gr
Cmc 0,5% + paracetamol 5 gr
Cmc 1 % + paracetamol 5 gr
Cmc 1,5% + paracetamol 5 gr
Cmc 2 % + paracetamol 5 gr
Cmc 2,5% + paracetamol 5 gr
 
·         Volume sedimentasi
Waktu
Blanko
Sediaan 1
Sediaan 2
Sediaan 3
Sediaan 4
Sediaan 5
0
-
-
-
-
-
-
15 menit
0,5 cm
1 cm
-
-
-
-
30 menit
0,5 cm
1,2 cm
1,3 cm
1,5 cm
1 cm
-
45 menit
0,5 cm
1,5 cm
1,4 cm
1,7 cm
1,5 cm
0,5 cm
60 menit
0,5 cm
1,5cm
2 cm
2 cm
2 cm
1 cm
24 jam
0,5 cm
1,5 cm
2,5 cm
2,5 cm
2,5 cm
3,5 cm
redipersibilitas







PEMBAHASAN
Sistem dispersi merupakan campuran antara zatterlarut dan pelarut. Dalam sistem dispersi, jumlah zat terlarut lebih sedikit dibandingkan dengan zat pelarut. Zat terlarut dinamakan fase terdispersi, sementara itu, zat pelarut dinamakan medium pendispersi. Jadi, sistem dispersi adalah campuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang bercampur secara merata.

Pada percobaan kali ini zat yang tidak terlarut menggunakan paracetamol serta cmc sebagai suspending/emulgator supaya paracetamol tersebut bisa larut. Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah :
·         Ukuran Partikel
Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya.
·         Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
·         Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
·         Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi.
KESIMPULAN
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah :
·         Ukuran partikel
·         Kekentalan / Viskositas
·         Jumlah Partikel / Konsentrasi
·         Sifat / Muatan Partikel
Penilaian Stabilitas Suspensi:
·         Volume sedimentasi
·         Derajat flokulasi.
·         Metode reologi
LAMPIRAN
















DAFTAR PUSTAKA
Kusdi Hartono,S.Si/modul praktikum farmasi fisika II/Universitas Al-Ghifari/Fakultas MIPA/Jurusan Farmasi/Bandung/2016
Ansel, C Howard. 2006. Kalkulasi Farmasetik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : JakartaPurba.Michael.2010.Kimia Kelompok Teknologi dan Kesehatan.Jakarta.Erlangga
http://wikipedia.org.com/reologi diakses 05/12/2016  0;41
http://ridwanaz.com/sistemdispersi  diakses 05/12/2016 03:23
http://bisakimia.com/koloid  diakses 01/12/2016 05:16
http://ahli.farmasi.bloggspot/suspensi  diakses 05/12/2016 05:05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar